I think a lot about teaching my kids to work hard. I’ve learned something about kids ? they don’t do what you say; they do what you do.
Jennifer Lopez

Anak-anak di Bawah 13 Tahun Sekarang Boleh Pakai Gemini AI, Asal....

author
Dini Adica
Rabu, 14 Mei 2025 | 12:08 WIB
Google kini mengizinkan anak-anak di bawah 13 tahun untuk memakai Gemini AI. | SHUTTERSTOCK

Meskipun orang tua selalu didorong untuk membatasi screen time pada anak, tetapi tidak akses mereka terhadap gadget atau internet tidak bisa dihindari. Bahkan di era AI seperti sekarang, anak SD pun sudah terpapar ChatGPT.

Itu sebabnya, sekarang Google pun memperbolehkan anak-anak di bawah 13 tahun memakai Gemini AI. Asalkan, mereka terhubung dengan orang tua melalui layanan parental control Google Family Link. Jadi, kalau anak memegang HP Android dan punya akun Family Link, siap-siap saja karena mereka bisa mengakses chatbot AI dari Google itu langsung dari perangkat mereka.

Family Link sendiri dirancang agar orang tua bisa memantau penggunaan perangkat anak-anaknya, mengatur batasan waktu, dan melindungi mereka dari konten berbahaya.

Seperti dilaporkan The New York Times, Google memberi tahu orang tua yang menggunakan Family Link melalui email, bahwa anak-anak akan bisa mengakses Gemini AI di perangkat Android mereka.

Juru bicara Google, Karl Ryan, menambahkan bahwa orang tua bisa menonaktifkan akses melalui Family Link, “Mereka juga akan mendapat notifikasi tambahan kalau anak mengakses Gemini untuk kali pertama.”

Menurut Google, anak-anak bisa menggunakan Gemini untuk melakukan sejumlah aktivitas seperti membantu mengerjakan pekerjaan rumah atau membacakan cerita untuk mereka.

Namun, seperti akun Workplace for Education, Google mengatakan data anak-anak tidak akan digunakan untuk melatih AI. Hanya saja, Google memperingatkan orang tua bahwa Gemini bisa saja membuat kesalahan, dan anak-anak mungkin menemukan konten yang tidak ingin mereka lihat.

Chatbot vs. Realita

Menurut Google, Gemini ini bisa membantu anak-anak mengerjakan PR, mencari jawaban soal, bahkan bisa membacakan cerita. Kesannya memang serbabisa, tetapi ingat, AI bukan manusia, jadi kadang jawabannya bisa saja salah.

Sebenarnya yang jadi perhatian bukan hanya jawaban yang aneh. Di beberapa kasus AI lain, ketika memakai Character.ai anak-anak kesulitan membedakan antara chatbot dan realita. Apalagi kemudian chatbot mengatakan pada pengguna mereka yang masih anak-anak bahwa mereka sedang berbicara dengan orang betulan.

Setelah berbagai gugatan mengungkapkan bahwa bot sudah memberikan konten yang tidak pantas, barulah perusahaan memperkenalkan batasan-batasan dan kontrol orang tua yang baru.

Anak perlu diberi pemahaman bahwa mereka tidak boleh sembarangan mengirim informasi pribadi dan sebaliknya tidak menerima semua jawaban mentah-mentah.

Jangan lupa, AI bisa membawa sejumlah risiko. Di antaranya penganiayaan, eksploitasi, diskriminasi, misinformasi, dan tantangan terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan kita, yang semuanya terjadi secara digital.

Gemini: Teman Belajar atau Jalan Pintas?

Google sendiri mempromosikan Gemini sebagai “teman belajar”, bukan “mesin penjawab PR”. Tetapi Bunda tahu sendiri kan, kadang yang semula niatnya mencari ide, akhirnya malah mengandalkan AI untuk mengerjakan semuanya. Apalagi buat anak-anak yang mungkin belum mengerti batasannya.

Sama seperti ketika Bard (versi awal Gemini) dibuka buat remaja. Tujuannya bagus: membantu mencari hobi baru, membantu riset kampus, atau membantu brainstorming proyek. Kenyataannya, ada saja yang memakainya untuk menyontek atau mengerjakan tugas full dari AI.

Peneliti dari UNICEF juga bilang, AI paling efektif jika dipakai bersamaan dengan sistem pendidikan, bukan menggantikan guru. Jadi idealnya, AI membantu belajar, bukan jadi sumber utama.

Dengan demikian, aman-tidaknya penggunaan Gemini AI kembali lagi ke bagaimana orang tua memberikan batasan dan pemahaman pada anak. AI seperti Gemini sangat bisa menjadi alat bantu untuk belajar, asal orang tua selalu mendampingi dan menjelaskan batasannya. Jangan sampai anak jadi tergantung pada AI, apalagi kalau mereka belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana yang ngawur.

Bagaimana pun juga, di dunia digital seperti sekarang, paham teknologi itu penting. Tetapi, memahami cara memakainya dengan bijak lebih penting lagi.

Sumber: Forbes, The Verge

Penulis Dini Adica
Editor Dini Adica