We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.
Franklin D. Roosevelt

Benarkah Depresi Bisa Menular? Ini Faktanya

author
Hasto Prianggoro
Kamis, 2 Mei 2019 | 16:00 WIB
| SHUTTERSTOCK

Banyak yang percaya bahwa depresi dan kecemasan itu bisa menular. Hasil studi yang dimuat dalam jurnal Memory & Recognition, melaporkan responden yang merasa “tertular” setelah melakukan interaksi dengan orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan, penyalahgunaan alkohol, anoreksia, dan schizophrenia.

 

Tapi, benarkah depresi dan gangguan kecemasan bisa menular? Jawabannya ternyata “tidak.” Menurut ahli, gangguan mental tidak menular. Tetapi emosi dan kebiasaan bisa “menular” jika kita tinggal atau berinteraksi selama beberapa waktu dengan si pemilik kebiasaan tersebut.

Jika sahabat kita menderita gangguan kecemasan dan selalu dalam kondisi stres serta khawatir, kita bisa merasakan emosi yang sama. Bukan gangguannya, melainkan emosinya. Seandainya salah seorang anggota keluarga kita mengalami depresi dan selalu murung, kita pun akan mengalami perubahan mood setelah menjenguk atau berbincang dengan mereka.

“Emosi menular karena manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu memberi respons terhadap lingkungan,” kata Judy Ho, Ph.D, psikolog klinis dan forensik dari California, seperti dikutip Health.com.

Baca juga: Depresi Bisa Diatasi, Kok, Ini Caranya

Tetapi, memiliki emosi yang sama bukan berarti juga mendeirta gangguan yang sama. Ini karena gangguan mental tidak bisa ditransfer dari satu orang ke orang lain begitu saja seperti penyakit flu misalnya. Gangguan mental jauh lebih rumit ketimbang penularan flu melalui udara, atau ikutan stres karena teman kita lagi depresi parah.

“Gangguan mental disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari faktor genetik atau biologis maupun faktor lingkungan,” jelas Ho. “Sebagian penyebabnya memang dari genetik, karena umumnya gangguan mental muncul pada orang yang memiliki saudara yang punya gangguan mental juga. Sementara faktor lingkungan misalnya trauma masa kecil, pengalaman abuse saat kanak-kanak, dan sebagainya.”

So, jika kamu merasa khawatir dan merasa, kok sepertinya mengalami gangguan mental, sebaiknya cek pengalaman masa lalu dan sejarah keluarga, ketimbang mencurigai teman-teman bergaul kamu selama ini.

Penulis Hasto Prianggoro
Editor Hasto Prianggoro