There is no such thing as a perfect parent. So just be a real one.
Sue Atkins

Stunting, Apa Pengertian, Gejala, dan Solusinya?

author
Ruth Sinambela
Kamis, 29 Juli 2021 | 10:00 WIB
| Shutterstock

 

Tahukah Bunda, jumlah balita stunting di Indonesia saat ini ada 30,7 persen? Angka ini memang sudah menurun sekitar 7 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, angka toleransi yang ditetapkan WHO berkaitan dengan jumlah balita stunting di satu negara seharusnya di bawah 20% atau maksimal seperlima dari keseluruhan balita yang ada.

WHO atau Badan Kesehatan Dunia, telah menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk, sehingga isu mengenai stunting telah dijadikan prioritas nasional untuk ditanggulangi. Tetapi, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan stunting? Apa pula dampak buruknya sehingga perlu ditanggulangi?

 

Mengenal Kondisi Stunting

Stunting merupakan kondisi atau masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan manusia, sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang. Secara sederhana, dampak stunting yang dapat langsung terlihat adalah tinggi badan yang berada di bawah rata-rata atau pendek (kerdil) jika dibandingkan dengan anak atau balita seusia lainnya.

Mungkin masih ada orang tua yang berpendapat bahwa anak dengan tubuh kecil atau pendek terlihat menggemaskan dan menganggap hal tersebut masih berubah atau tubuh anak akan bertumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Namun kenyataannya, tubuh kerdil dan pendek yang dimiliki balita akan memengaruhi kualitas hidup seseorang hingga dewasa.

Selain itu, salah kaprah lainnya yang sering terjadi adalah, anggapan bahwa masalah fisik atau tinggi badan balita yang relatif di bawah rata-rata sebatas faktor genetik atau keturunan dan bukan stunting.

Kesadaran perlu ditumbuhkan agar orang tua memahami bahwa stunting dapat terjadi pada anak atau balita yang bahkan terlihat baik-baik saja, namun di sisi lain, juga dapat dicegah. Karena stunting tidak hanya akan memengaruhi bentuk fisik seseorang namun juga perkembangan otaknya.

Baca juga: Yuk, Ketahui Tinggi Badan Ideal Balita

 

| Shutterstock

 

Anak dengan kondisi stunting, mengalami perkembangan otak yang tidak optimal yang menyebabkan kemampuan kognitifnya juga menurun. Hal ini juga akan berpengaruh pada kecerdasan, prestasi dan produktivitas seseorang di masa depan. Bahkan, sebuah studi pada tahun 2017 menyebutkan bahwa balita yang stunting, di masa depan (pada usia produktif) berkemungkinan memiliki penghasilan lebih rendah dari orang lain yang saat balita tumbuh normal.

 

Baca juga: Begini Cara Memperkirakan Tinggi Badan Anak Kelak

 

Apa yang Dapat Bunda Lakukan?

Hal pertama dan yang paling utama tentu saja dengan memenuhi kebutuhan gizi anak, terutama pada 1000 hari pertama kehidupannya. 1000 hari yang dimaksud adalah sejak anak di dalam kandungan hingga berusia sekitar 2 hingga 3 tahun.

| Shutterstock

Ibu hamil harus mengonsumsi makanan sehat dan seimbang, tidak hanya mementingkan zat gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein), namun juga zat gizi mikro yang terdiri atas vitamin dan mineral (kalsium, kalium, natrium, yodium, zat besi, dan zinc).

Baca juga: Ingin Anak Tumbuh Lebih Tinggi? Beri 9 Makanan Ini

Setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga 24 bulan juga dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi, bersamaan dengan pemberian MPASI yang sehat dan seimbang nilai gizinya. Kenalkan balita dengan berbagai jenis makanan sehat agar terbiasa dengan variasi menu dan tidak kekurangan salah satu zat gizi yang mungkin tidak ada di jenis makanan tertentu.

Bunda juga perlu memastikan kebersihan dan ketersediaan air bersih di rumah, dan melakukan pemeriksaan rutin terkait tumbuh kembang balita di Posyandu atau dokter anak.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi