Try to be a rainbow in someone else’s cloud.
Maya Angelou

Kasus Bully di Tasikmalaya Menyebabkan Korban Meninggal Dunia, Pengaruh Media Sosial?

author
Ruth Sinambela
Jumat, 22 Juli 2022 | 15:00 WIB
Penggunaan telepon selular pada anak terbukti dapat meningkatkan kemungkinan anak menjadi korban maupun pelaku bully, Bun | Shutterstock

 

Satu lagi kasus bully berujung maut terjadi. Seperti tidak ada habisnya, sekali lagi orang dewasa seperti kecolongan hingga tak sempat memberi pertolongan dan pendampingan bagi satu nyawa berharga. 

Terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat, seorang anak laki-laki berumur 11 tahun meninggal dunia, usai dipaksa bersetubuh dengan seekor kucing, yang videonya sempat tersebar dan viral di media sosial, Bun.

Miris memang, kejadian yang bagi banyak orang rasanya terlalu keji untuk dilakukan apalagi dipertontonkan ini, justru kerap dilakukan oleh anak-anak seusia korban, yang juga merupakan teman sepermainannya.

Sering dipukul dan diolok-olok

Orang tua korban dalam pernyataannya, seperti dilansir dari Detik News, mengaku telah ikhlas atas kematian putra mereka dan berharap kejadian seperti ini tak akan terjadi lagi pada anak-anak lainnya, Bun. 

Dalam wawancara tersebut mereka menceritakan bagaimana bully atau perlakuan buruk dari teman-temannya memang kerap kali didapat sang putra sebelum meninggal dunia. Hal ini pula yang membuat korban menjadi semakin murung dari hari ke hari, dan sering melamun. Hingga puncaknya, korban semakin depresi karena video yang merekam perbuatan bully teman-temannya saat menyuruh korban menyetubuhi kucing, tersebar dan viral di media sosial. 

Baca Juga: 10 Tanda Anak Dibully di Sekolah

Bagaimana tidak, kalau setelah kejadian itu teman-teman korban justru semakin sering membully korban dengan mengolok-olok, memukul, hingga mengakibatkan korban menolak makan, mengalami demam, dan akhirnya meninggal dunia saat mendapat perawatan di RSUD Singaparna Medika Citra Utama (SMC), Tasikmalaya.

 

Bullying dapat mengakibatkan luka mental, fisik, hingga hilangnya nyawa seseorang | Shutterstock

Pernyataan dokter

Dokter yang menangani korban menyebutkan bahwa saat korban dibawa ke rumah sakit kondisinya sudah mengalami penurunan kesadaran, Bunda. Setelah mendapatkan perawatan, dokter mendiagnosis korban mengalami peradangan otak. Dan mengungkapkan kalau penyebab kematian korban adalah suspect typhoid dan ensefalopati atau peradangan otak akibat komplikasi tifus serta suspect episode depresi atau gangguan kejiwaan yang bisa diakibatkan karena komplikasi demam tifus.

"Masuk ke RSUD SMC pada Sabtu malam sudah tidak sadarkan diri. Kata keluarga juga sehari sebelumnya atau pas di rumahnya juga sudah tidak sadarkan diri. Dibawa ke kami dia sudah demam selama semingguan," Demikian Kabid Pelayanan Kesehatan RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya, dr Adi Widodo, menyampaikan keterangannya, seperti dilansir dari Detik Jabar, Kamis (21/7/2022).

Internet dan media sosial menjadi sarana bully

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog Elizabeth Englander, pada tahun 2017, menyimpulkan bahwa penggunaan telepon selular pada anak terbukti dapat meningkatkan kemungkinan anak menjadi korban maupun pelaku bully, Bun. Masih menurut hasil penelitian tersebut, seperti dilansir dari Pikiran Rakyat, hal tersebut disebabkan oleh kemampuan anak-anak yang masih sangat terbatas untuk bisa memahami dinamika komunikasi dalam dunia digital, yang semakin bebas diakses tanpa pendampingan.

Baca Juga: Bagaimana Menjadi Teman Bagi Buah Hati Bunda yang Beranjak Remaja?

Psikolog lainnya, Fadillah, M. Psi, mengutarakan pendapatnya, bahwa kasus bully di Tasikmalaya, meskipun tidak berujung pada kematian korban, tetaplah merupakan sebuah tragedi yang memilukan. Apalagi kasus ini kenyataannya telah menggerus mental dan akhirnya menghilangkan nyawa korban, Bun. 

"Jika masalah ini tidak berujung pada kematian, kejadian perundungan yang divideokan seperti ini memiliki dampak luka psikologis yang cukup besar untuk korban," ujarnya. Dalam kesempatan yang sama ia juga menuturkan bahwa harus diakui kalau bullying di zaman media sosial seperti sekarang ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar jika dibandingkan dengan bullying pada 10 atau 20 tahun lalu.

"Kalau 10-20 tahun lalu, kalau ada perundungan itu misalnya 1 lawan 1 atau kalau dengan kelompok, yang terlibat hanya mereka yang ada di lokasi. Sementara saat ini, dengan disebarkan di media sosial, eksposurenya lebih besar. Korban harus menghadapi penonton yang lebih banyak lagi," ungkapnya miris.

Betapa bukan hanya efeknya yang lebih luas, Bun. Namun bayangkan bagaimana hal ini juga akan membuat korban jadi lebih sulit untuk bangkit.

 

Depresi akibat dibully bisa Bunda ketahui dari perubahan sikap dan perilaku anak di rumah | Shutterstock

Perlindungan sejak dini

Memberikan perlindungan bagi si kecil, sebenarnya dapat dilakukan sejak pertama kali Bunda memberikan akses internet pada anak-anak. Yaitu dengan pengawasan dan bagaimana orang tua bisa menjadi orang tua sekaligus teman, dimana anak dapat menceritakan keresahan apa pun yang mungkin dirasakannya.

Selain itu, begitu maraknya konten-konten kekerasan di media sosial, bisa jadi menjadi satu lagi tantangan yang harus orang tua atasi agar anak-anak bisa mengerti atau menyadari perbuatannya, risiko yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan mereka, hingga tanggung jawab yang menyertainya di kemudian hari. Agar jangan sampai terlibat apalagi menjadi pelaku bully.

Diperlukan komunikasi dua arah yang baik tentu saja, selain juga peran aktif semua pihak di sekitar anak, mulai dari keluarga, guru-guru di sekolah, hingga teman maupun tetangga di sekitar rumah, untuk mau peduli dan membimbing juga melindungi anak-anak kita dari bully maupun membully. Hal ini, tentu menjadi PR besar bagi seluruh masyarakat, khususnya orang tua untuk mendidik anak-anak agar tidak menjadi pelaku bully, atau pun korban bully.

Baca Juga: Peran Serta Ayah dalam Pengembangan Diri Anak Serta Ide Aktivitasnya

Karena ketika media sosial kelihatannya menjadi wadah atau ajang anak memperlihatkan sisi baik mereka, bisa jadi hal ini juga akan mempengaruhi karakter anak di masa depan, atau malah bisa menggunakannya untuk melukai orang lain. Jangan sampai ya, Bun! Yuk, semakin peduli dan memberi perhatian pada si kecil, media sosialnya, maupun teman-teman di sekitarnya.

Semoga pihak kepolisian dan KPAI dapat mengusut, membimbing, juga mengadili para pelaku, dengan sebaik-baiknya. Dan biarlah kejadian ini menjadi pelajaran bagi orang tua untuk lebih tanggap lagi, dan tentunya agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan. Semoga.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi