
Perjanjian pranikah, mungkin masih dianggap tabu bagi sebagian orang. Bahkan di mata orang tua, ini bisa menjadi “pamali” karena belum terjadi. Lantas, apakah perjanjian pranikah harus kita pahami dan dilakukan?
Berkaca dari kasus perceraian Dilan Janiyar seorang TikTokers yang terkenal dengan tingkah lucunya, ia harus membayar harta gono-gini senilai Rp800 juta dan tanah di daerah Palembang kepada mantan suaminya Safnoviar Tiasdi.
Padahal dalam kasus ini, Dilan Janiyar mengaku telah diselingkuhi sejak usia awal pernikahannya. Sementara, keputusan harta gono-gini ini terjadi karena tidak adanya perjanjian pranikah.
Pengertian Perjanjian Pranikah
Sejatinya, perjanjian pranikah adalah perjanjian yang dibuat oleh pasangan yang hendak menikah dan berfungsi untuk mengikat hubungan keduanya.
Perjanjian ini melindungi kedua pasangan bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perceraian atau kematian.
Perihal diperlukan atau tidaknya perjanjian pranikah bergantung pada keputusan setiap pasangan. Umumnya perjanjian pranikah diperlukan dan dibuat dalam kondisi sebagai berikut:
- Jika terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak.
- Apabila keduanya memiliki pemasukan yang cukup besar.
- Masing-masing pihak memiliki usaha sendiri, perjanjian dibuat agar pihak lain tidak tersangkut apabila pihak lainnya pailit.
- Salah satu atau kedua pihak memiliki utang sebelum kawin dan hendak bertanggung jawab sendiri.
Baca juga: Sebelum Menikah, 5 Hal Ini Wajib Diobrolin Bareng Pasangan
Apa Saja yang Bisa Diatur dalam Perjanjian Pranikah?
Perjanjian pranikah dapat mencakup berbagai aspek, tergantung pada kebutuhan dan keinginan pasangan. Beberapa hal yang umumnya diatur dalam perjanjian pranikah meliputi:
- Pembagian harta benda selama pernikahan dan apabila suatu hari jika terjadi perceraian
- Pengelolaan keuangan rumah tangga
- Tanggung jawab atas hutang masing-masing pihak
- Hak dan kewajiban terkait properti yang dimiliki sebelum menikah
- Pengaturan tentang warisan untuk anak-anak dari pernikahan sebelumnya
- Pembagian aset bisnis jika salah satu pihak memiliki usaha
- Pengaturan tentang nafkah atau tunjangan jika terjadi perceraian
Dasar Hukum Perjanjian Pranikah
Aturan mengenai pembuatan perjanjian pranikah dimuat dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan. Pasal 139 KUH Perdata menerangkan bahwa para calon suami istri dengan perjanjian perkawinan dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik, tata tertib umum, dan sejumlah ketentuan yang berlaku.
Peraturan mengenai harta bersama yang dapat dikesampingkan itu sebagaimana diterangkan Pasal 35 UU Perkawinan yang meliputi dua hal. Pertama, harta bersama atau harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Kedua, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (dalam sebuah perjanjian).
Baca juga: 7 Red Flag yang Wajib Diwaspadai dalam Pernikahan
Terkait kapan perjanjian pranikah dapat dibuat, ketentuan dalam UU Perkawinan menerangkan bahwa pembuatan perjanjian pranikah dapat dilaksanakan pada waktu pernikahan atau sebelum pernikahan, dan perjanjian tersebut mulai berlaku saat perkawinan dilangsungkan.
Kemudian, penting pula untuk diketahui bahwa perjanjian pranikah merupakan pilihan opsional, tidak “wajib” dibuat jika tidak diinginkan. Namun, tanpa ada perjanjian pranikah, sebagaimana diterangkan Pasal 146 KUH Perdata, hasil-hasil dan pendapatan istri masuk dalam penguasaan suaminya.
Perlu kamu ingat bahwa situasi mungkin saja bisa berubah seiring berjalannya waktu. Apa yang tampak tidak penting saat ini mungkin menjadi relevan di masa depan. Sehingga perjanjian pranikah perlu kamu pertimbangkan untuk kebaikan kamu dan pasangan.