Love as powerful as your mother’s for you leaves its own mark to have been loved so deeply .. will give us some protection forever.
J.K. Rowling

Selective Eater Lebih Berbahaya dari Picky Eater, Bagaimana Mengatasinya?

author
Ruth Sinambela
Senin, 5 April 2021 | 15:49 WIB
Jika tidak segera diatasi picky eater lama kelamaan dapat menjadi selective eater. | Shutterstock

Selain saat sakit, kondisi apa sih yang terjadi pada anak dan bisa bikin Bunda bingung hingga stres? Sebagian Bunda mungkin menjawab, kondisi saat anak susah makan.

Anak GTM, pilih-pilih makanan, hingga nggak mau makan sama sekali, sudah bukan hal baru lagi dalam dunia parenting. Banyak dokter anak, ahli gizi hingga influencer parenting yang kerap membahas hal ini.

Nah, sebelum Bunda makin putus asa karena merasa si Kecil tidak kunjung ‘lulus’ dari fase menolak makanan ini, ada baiknya Bunda cari tahu terlebih dahulu apa sebenarnya yang terjadi dengan si kecil. Karena untuk urusan makanan, sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak punya preferensi (food preference) yang berbeda-beda, dilatarbelakangi oleh selera, karakter dan kemampuan makan anak juga.

Spektrum food preference cakupannya cukup luas, meliputi kebiasaan memilih makanan dan juga penolakan terhadap makanan. Berangkat dari dua cakupan ini, kita mengenal istilah picky eater dan selective eater. Tahukah Bunda perbedaan keduanya?

 

Picky Eater

Berarti anak mau mengonsumi berbagai jenis makanan, baik yang sudah maupun belum pernah ia makan sebelumnya, namun menolak mengonsumsinya dalam jumlah cukup. Picky eater dekat hubungannya dengan rasa dan tekstur makanan.

Meskipun punya kecenderungan memilih, setidaknya akan ada satu makanan yang masih mau anak konsumsi dari jenis tertentu. Misalnya makanan dari jenis karbohidrat. Anak tidak mau makan nasi, tetapi mau makan mi atau roti. Atau, yang sering terjadi adalah pilih-pilih sayur. Misalnya anak mau makan bayam namun menolak brokoli.

 

Baca juga: 7 Tips Agar Bayi Tidak Tumbuh Menjadi Picky Eater

 

Selective Eater

| Shutterstock

Kalau yang satu ini mungkin belum terlalu sering Bunda dengar. Memang sebaiknya kebiasaan anak memilih makanan tidak sampai ke tahap ini. Karena selective eater berarti anak menolak segala jenis makanan dalam kelompok makanan tertentu baik karbohidrat, protein, sayur/buah, atau susu.

Contohnya, anak picky eater tidak suka makan nasi tetapi dia masih mau makan sumber karbohidrat lain, misalnya kentang atau mi. Sementara anak-anak selective eater akan menolak semua jenis makanan dalam kelompok karbohidrat, baik nasi, kentang, roti, maupun mi.

 

Baca juga: Lakukan 5 Hal Ini Untuk Menghadapi Bayi Saat Gerakan Tutup Mulut (GTM)

 

Apakah Picky Eater dan Selective Eater Normal?

Picky eater merupakan fase yang normal, lain halnya dengan selective eater. Kondisi selective eater berisiko mengakibatkan anak mengalami defisiensi makro atau mikronutrien tertentu.

Misalnya jika anak menolak makan makanan pokok atau sayur sama sekali, tentu saja aka nada zat-zat penting baik makro maupun mikro yang terkandung dalam jenis-jenis makanan tersebut, tidak diterima oleh tubuh anak, padahal dalam masa pertumbuhan, penting bagi Bunda memastikan anak mendapat asupan gizi yang lengkap dan seimbang.

 

Tonton video menarik berikut ini Kata Dokter: Cara Mengetahui Status Gizi Anak

 

Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?

Food preference yang normal terjadi pada fase perkembangan anak adalah neofobia atau penolakan terhadap makanan baru. Melansir dari situs resmi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), sebenarnya neofobia merupakan mekanisme evolusi pertahanan anak yang menguntungkan karena dapat membantu anak menghindari bahan beracun karena berarti anak sudah mampu memilih makanannya sendiri tanpa pengawasan orang tua. Namun ketika neofobia berlanjut jadi penolakan berkepanjangan dan terus menerus, masalah makan timbul dan membuat anak jadi picky eater atau selective eater.

Adapun yang mempengaruhi terjadinya food preference ini adalah beberapa hal yang sebenarnya tanpa sadar disebabkan oleh kebiasaan yang diciptakan oleh orang tua dan orang di sekitar anak itu sendiri. Misalnya pemberian MPASI saat anak belum siap dan yang sering terjadi adalah tekanan dalam proses makan. Contohnya saat pertama kali anak menolak makanan, Bunda justru semakin memaksanya bahkan marah-marah di depan anak.

 

Apa Solusinya?

| Shutterstock

Sudah pasti adalah berhenti memarahi dan memaksa anak makan saat ia menolak. Selanjutnya beberapa hal di bawah ini bisa jadi inspirasi untuk Bunda terapkan pada jam makan anak di rumah.

  1. Sajikan makanan dalam porsi kecil
  2. Cobalah membiarkan anak memegang kendali atas makanannya sendiri untuk membangkitkan ketertarikannnya, karena biasanya anak akan langsung menolak saat disuruh atau diperintahkan melakukan sesuatu, termasuk makan
  3. Children see, children do. Beri contoh kepada anak dengan memakan semua jenis makanan di depannya atau bersama dengannya. Karena jika orang tua memiliki kebiasaan pilih-pilih makanan, akan sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak
  4. Poin nomor 3 selanjutnya dapat diteruskan dengan menyediakan jenis makanan yang sama antara anak dan orang tua, sehingga anak tidak bertanya-tanya kenapa makanannya beda dengan anggota keluarga lain, dan jadi lebih tertarik memakan makanan yang sama dengan orang lain
  5. Jika Bunda ingin mengenalkan makanan baru pada anak, jangan langsung menyerah setelah beberapa kali ditolak. Coba terus sebanyak 10-15 kali

 

Selamat mencoba, Bunda!

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi