You have a lifetime to work, but children are only young once.
Polish Proverb

Bayi Meninggal Dalam Kandungan dan Kepala Tertinggal di Rahim, Mengapa Bisa Terjadi?

author
Bianca Swasono
Kamis, 28 Maret 2024 | 16:49 WIB
Datanglah ke dokter kandungan sesuai jadwal untuk mendeteksi komplikasi kehamilan sedini mungkin. | Shutterstock | Shutterstock

Sungguh tragis peristiwa yang dialami seorang ibu hamil di Bangkalan, Jawa Timur. Bayinya meninggal dalam kandungan, bahkan bagian kepala bayi tertahan di rahim. Mengapa hal memilukan tersebut bisa terjadi? Yuk, simak penjelasan medis seputar bayi yang meninggal dalam kandungan (stillbirth), siapa saja yang berisiko mengalaminya, dan apa yang bisa dilakukan ibu hamil untuk mencegahnya.

Masa kehamilan adalah masa yang krusial bagi bayi di dalam kandungan. Apa yang Bunda perbuat, rasakan, makan, dan minum, semua bisa berdampak pada bayi. Maka penting untuk rajin memeriksakan kehamilan ke dokter kandungan untuk mendeteksi komplikasi kehamilan sedini mungkin.

Meninggal Dalam Kandungan

Salah satu komplikasi kehamilan terjadi pada M, seorang ibu berusia 25 tahun di Bangkalan, Jawa Timur. Bunda M kehilangan bayinya yang meninggal dalam kandungan, dan mirisnya bagian kepala bayi sempat terpisah dan tertinggal di dalam rahim. Berita ini sampai viral dengan beragam versi kronologi di berbagai media massa sejak beberapa minggu lalu.

Dilansir dari situs Tirto, Bunda M datang memeriksakan kandungannya ke bidan desa pada Januari 2024. Sang bidan mendeteksi adanya kelainan pada kandungan dan merujuk Bunda M ke Poli Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Kedundung, Bangkalan, Jawa Timur. Hasil diagnosisnya adalah oligohidramnion (volume air ketuban terlalu sedikit), letak bayi sungsang, dan hipertensi.

Dokter di Puskesmas menganjurkan M untuk mendatangi dokter spesialis kandungan. Namun, M tidak ingin datang. Sekitar akhir Februari 2024, terdapat pemeriksaan kesehatan yang digelar Posyandu Desa Bealang tetapi M juga tidak datang. Tidak lama setelahnya, terdapat kelas khusus ibu hamil di Balai Desa Pangpajung. M datang memeriksakan dirinya dan mendapat hasil tekanan darah 150/100 mmHg (hipertensi). 

Awal Maret 2024, M mendatangi bidan desa di Serambi Barat karena mengalami sakit perut. Menurut hasil pemeriksaan sang bidan desa, saat itu denyut jantung bayi sudah tidak terdengar. M pun diperiksakan di Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, Jawa Timur. Dari hasil pemeriksaan, bayi dinyatakan telah meninggal dunia. Di saat bersamaan, rasa mulas dan sakit perut M semakin menjadi. Ternyata, M mengalami pembukaan lengkap sehingga harus segera dilakukan proses persalinan. Sayangnya, dalam proses persalinan dikarenakan kondisi badan bayi sudah rapuh, kepala bayi pun tertinggal di rahim. 

Baca juga: Bumil, Ketahui 6 Kondisi Rawan Stillbirth dan Upaya Mencegahnya

Tuntutan Malapraktik

Atas peristiwa tragis ini, keluarga M menuntut pertanggungjawaban dari pihak tenaga kesehatan di Puskesmas Kedungdung. Namun, dilansir dari situs detiknews, pengacara pihak Puskesmas, Risang Bima Wijaya, mengklaim bahwa tenaga kesehatan Puskesmas sudah melakukan tindakan sesuai prosedur dan tidak terjadi malapraktik.

Menurut Risang, bidan desa sudah menyatakan janin Bunda M bermasalah bahkan sejak Januari 2024. Bunda M kembali datang ke bidan desa karena merasa mulas ingin melahirkan pada 4 Maret 2024 dini hari sehingga ia dirujuk ke Puskesmas Kedungdung. Dalam rujukan terdapat diagnosis Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan. 

Saat pihak Puskesmas melakukan pemeriksaan tensi dan kondisi kandungan, Bunda M sudah mengejan. Ternyata pembukaannya sudah lengkap, bokong bayi pun sudah kelihatan. Untuk menyelamatkan nyawa pasien, pihak Puskesmas pun segera menangani persalinan sesuai prosedur sambil menunggu kabar rujukan dari rumah sakit. 

“Terdapat dua lilitan di leher bayi yang perlu dilepas. Ternyata, tali ari-ari sudah rapuh, sudah cokelat dan tidak ada darah. Tidak ada air ketuban. Kondisi tubuh bayi sudah mengelupas. Ketika dikeluarkan menggunakan alat, ternyata terlepas dari rahangnya. (Jadi leher bayi) bukan digunting. Setelah itu dirujuk untuk mengeluarkan bagian kepala bayi ke RSIA Glamour Husada,” terang Risang.


Baca juga: Bayi Lahir 1,5 Kg di Tasik Meninggal Diduga Malapraktik

Selain rutin berkonsultasi ke dokter kandungan, lakukan pola hidup sehat. | shutterstock | Shutterstock

Jenis dan Faktor Risiko Stillbirth

Terlepas dari polemik kasus ini, kondisi bayi meninggal dalam kandungan perlu menjadi perhatian para ibu hamil. Menurut situs medis Cleveland Clinic, bayi meninggal dalam kandungan, seperti yang terjadi pada bayi M, disebut juga bayi lahir mati atau dikenal dengan istilah stillbirth. Stillbirth adalah kondisi bayi meninggal setelah usia kandungan 20 minggu. Sedangkan untuk keguguran, bayi meninggal sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.

Terdapat tiga jenis stillbirth:

    • Stillbirth awal, yaitu bayi meninggal pada usia kehamilan 20 - 27 minggu.
    • Stillbirth akhir, yaitu bayi meninggal pada usia kehamilan antara 28 - 36 minggu.
    • Term stillbirth, yaitu bayi meninggal pada usia kehamilan 37 minggu atau setelahnya. 

Apa saja faktor risiko stillbirth?

  • Kehamilan pada remaja dan perempuan berusia 35 tahun ke atas. 
  • Komplikasi kesehatan seperti diabetes, tekanan darah tinggi, tiroid, lupus, obesitas, dan gangguan pembekuan darah. 
  • Kehamilan kembar.
  • Sebelumnya pernah mengalami stillbirth
  • Kebiasaan merokok, meminum alkohol, mengonsumsi narkoba.
  • Mengalami stres, termasuk stres karena finansial atau masalah dengan pasangan. Tinggal dalam lingkungan dan akses sumber daya yang kurang memadai. 
  • Mengidap gangguan organ hati selama masa kehamilan.
  • Infeksi yang berdampak pada janin.
  • Kelainan genetik pada janin.
  • Perdarahan, baik sebelum atau selama persalinan.
  • Solusio plasenta, yaitu lepasnya plasenta dari rahim sebelum janin lahir.
  • Janin terlilit tali pusat dalam posisi membahayakan.

Baca juga: Mengapa Bunda Sulit Hamil Setelah Keguguran?

Memperkirakan Waktu Kematian

Terdapat prosedur medis untuk memperkirakan waktu kematian bayi dalam kandungan melalui tanda-tanda yang terlihat pada kulitnya, termasuk warna dan teksturnya. Prosedur tersebut dinamakan maserasi. Tak hanya untuk memperkirakan waktu kematian, maserasi juga bisa digunakan untuk mengetahui penyebab kematian janin. 

Dilansir dari Alodokter, berikut acuan prosedur maserasi:

  • Warna kulit yang memerah pada janin menunjukkan bahwa janin sudah meninggal sejak kurang dari 8 jam.
  • Pengelupasan kulit pada janin menandakan bahwa janin sudah meninggal setidaknya selama lebih dari 8 jam
  • Jika terjadi pengelupasan kulit yang lebih luas, misalnya pada dua atau lebih anggota tubuh, diperkirakan bahwa janin sudah meninggal selama 2–7 hari.
  • Warna kulit janin kuning kecokelatan atau janin tampak seperti mumi menunjukkan bahwa janin sudah meninggal lebih dari 8 hari.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Nur Chotibah, kulit bayi M sudah banyak mengelupas dan tubuhnya rapuh. Terdapat perubahan degenerasi yang menyebabkan perubahan warna, pelunakan jaringan, dan disintegrasi janin yang telah meninggal ketika masih dalam rahim. Melalui ciri-ciri ini, diperkirakan oleh Nur dan tim bahwa bayi M telah meninggal 2 minggu di dalam kandungan. Sementara usia kandungan M diprediksi sudah sekitar 45 minggu, yang artinya telah lewat 4-5 minggu dari hari perkiraan lahir.

Bagaimana Mencegah Stillbirth?

Situs The National Health Service menginformasikan beberapa cara yang bisa dilakukan Bunda untuk mengurangi risiko terjadinya stillbirth:

1Rutin memeriksakan kehamilan Bunda

Penting untuk selalu datang ke dokter kandungan sesuai jadwal untuk mendeteksi komplikasi kehamilan sedini mungkin.

2. Makan makanan sehat dan teruslah aktif bergerak

Ganti makanan yang kurang sehat menjadi lebih sehat dan bergizi seimbang. Teruslah bergerak dengan aktif karena kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan risiko permasalahan pada kandungan.

3. Berhenti merokok

Jangan jadi perokok aktif maupun pasif, carilah lingkungan yang bebas asap rokok.

4. Hindari alkohol dan beritahu dokter bila dulu Bunda pernah mengonsumsi narkoba.

5. Tidur menyamping

Penelitian memaparkan adanya bahaya risiko peningkatan stillbirth bila tidur dengan posisi telentang karena dapat berdampak pada aliran darah dan oksigen bayi. Tidurlah menyamping ke kiri.

6. Lakukan vaksinasi, hindari orang sakit, dan cuci tangan

Ibu hamil lebih berisiko terkena komplikasi flu, termasuk bronkitis dan pneumonia. Hindari kontak dengan orang yang sakit agar tak terinfeksi, dan jangan lupa selalu cuci tangan yang bersih sebelum makan, setelah ke toilet, setelah mengganti popok bayi (jika sudah punya anak). 

Sekarang Bunda sudah mengetahui informasi penting terkait bayi lahir dalam kandungan atau stillbirth serta cara-cara untuk mengurangi risikonya. Semoga selama kehamilan Bunda konsisten menerapkan pola hidup sehat, melakukan pemeriksaan rutin, dan berada di lingkungan yang mendukung Bunda!

 

Sumber:

https://www.alodokter.com/maserasi-untuk-memperkirakan-waktu-kematian-bayi-di-dalam-kandungan

https://tirto.id/kronologi-kasus-kepala-bayi-tertinggal-di-rahim-ibu-saat-persalinan-di-bangkalan-gWS9

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9685-stillbirth

https://www.nhs.uk/pregnancy/keeping-well/reducing-the-risk-of-stillbirth/

https://news.detik.com/berita/d-7238753/pilu-kepala-bayi-tertinggal-di-rahim-ibu-karena-sudah-meninggal-di-kandungan

https://www.kompas.tv/regional/492110/kata-dinkes-soal-kepala-bayi-putus-tertinggal-di-rahim-sudah-meninggal-2-minggu-terjadi-maserasi?page=all

Penulis Bianca Swasono
Editor Ratih Sukma Pertiwi