There is no such thing as a perfect parent. So just be a real one.
Sue Atkins

Ternyata, Begini Cara Bakteri Menyebabkan Keracunan pada Kasus MBG

author
Dini Adica
Senin, 13 Oktober 2025 | 19:53 WIB
Ilustrasi: Makan Bergizi Gratis sebetulnya punya potensi besar untuk membantu gizi anak Indonesia, asal dijalankan dengan standar keamanan pangan yang ketat. | SHUTTERSTOCK/PASTIKA JAYA

Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah ternyata menghadapi masalah serius. Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN) hingga akhir September 2025, tercatat 6.517 siswa mengalami keracunan, dengan kasus terbanyak terjadi di Pulau Jawa, yaitu mencapai 45 kasus.

Salah satu yang paling parah adalah di Kabupaten Bandung Barat, di mana 364 siswa sempat dirawat akibat keracunan massal hingga ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Kasus keracunan MBG ini memunculkan banyak pertanyaan soal standar kebersihan dan keamanan makanan dalam pelaksanaan program tersebut. Di tengah pro dan kontra yang muncul, pemerintah dan para pakar kesehatan mencoba menjelaskan penyebabnya serta langkah pencegahan yang bisa dilakukan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025) lalu, menjelaskan bahwa hasil penelitian epidemiologi menunjukkan adanya berbagai sumber keracunan, mulai dari bakteri, virus, hingga bahan kimia.

Baca juga: Small Wins, Cara Simpel Buat Hidup Lebih Positif

Beberapa bakteri yang ditemukan antara lain Salmonella, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus, demikian dikutip Detik.com. Sementara dari kelompok virus, ditemukan Norovirus dan Hepatitis A virus. Selain itu, beberapa kasus juga terkait zat kimia seperti nitrit dan scombrotoxin (histamin) yang bisa menimbulkan reaksi berbahaya bila tercampur dalam makanan.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana sebenarnya menu MBG yang dikonsumsi siswa bisa terpapar bakteri dan menyebabkan keracunan?

Penyebab Utama Keracunan MBG

Menurut dr. Aisya Fikritama Aditya, SpA, dokter spesialis anak dari RS Universitas Sebelas Maret Solo, sebagian besar kasus keracunan dalam program MBG lebih disebabkan oleh proses penyimpanan dan distribusi makanan yang kurang tepat.

“Pengemasan atau proses masaknya kan, katanya jam 01.00 (malam) ya, karena harus bikin dalam partai besar. Akhirnya dalam penyimpanan yang tidak di suhu yang seharusnya, dan didistribusikan itu terlalu lama,” jelasnya pada Kanya.id.

“Bayangkan kalau jam 01.00 malam udah masak, terus didistribusikan ke anak-anak itu di jam 12.00 siang. Itu berapa jam terpautnya?”

Makanan yang dimasak dini hari dan baru dikonsumsi menjelang siang berpotensi besar menjadi media tumbuhnya bakteri. Sebab, kondisi lingkungan dan penanganan makanan yang kurang higienis itu perannya sangat besar.

Jadi, ada beberapa penyebab utama keracunan MBG:

1. Wadah yang lembap dan kurang bersih, menjadi tempat ideal bagi bakteri dan virus.

Bakteri Salmonella atau Bacillus cereus sangat gampang tumbuh di permukaan yang lembap, terutama kalau makanan tidak dibersihkan dengan benar. Selain itu, kemungkinan wadah tertutup rapat padahal makanan masih panas.

Baca juga: Setelah Menjadi Ayah, Otak dan Hormon pada Pria Ternyata Menyusut!

 

“Jadi uap airnya itu akan menyebabkan lingkungan lembap dan hangat, dan menjadi suhu ideal untuk bakteri berkembang biak,” jelas dr. Aisya.

Peralatan memasak dan penyimpanan yang tidak dicuci dengan benar juga bisa jadi sumber kontaminasi silang dari bahan mentah ke makanan matang.

2. Penyimpanan makanan yang kurang memadai. Pola penyajian yang tidak higienis dan penyimpanan terlalu lama tanpa pemanasan ulang menjadi kombinasi yang berbahaya.

Lingkungan lembap dan suhu ruang sekitar 25–35 derajat Celcius juga merupakan kondisi ideal bagi bakteri Bacillus cereus atau Salmonella untuk berkembang biak. Bacillus cereus sering ditemukan pada nasi atau olahan karbohidrat, sedangkan Salmonella umumnya ditemukan pada daging, telur, dan ayam.

Dr. Aisya memberikan contoh penyajian hidangan pada resepsi perkawinan, yang disiapkan untuk ratusan bahkan mungkin ribuan orang. Biasanya makanan sudah dimasak berjam-jam sebelumnya, sehingga saat acara selalu dihangatkan di atas chafing dish atau food warmer.

“Itu supaya suhunya terjaga, enggak di suhu ruangan, sehingga bakterinya enggak tumbuh,” ujarnya.

3. Tangan orang yang memasak atau menyiapkan makanan (yang tidak bersih) juga bisa menjadi sumber penularan bakteri Staphylococcus aureus. Ada pula virus Norovirus, yang bisa mencemari makanan dari tangan pengolah yang tidak bersih, dan sering menyebabkan diare.

Baca juga: Bun, Jangan Ucapkan Kalimat Ini Kalau Tak Ingin Anak Jadi Tidak Percaya Diri

 

“Walaupun virusnya tuh enggak berkembang biak di makanan, tapi bisa menular lewat makanan atau eliminasi (kontak langsung dengan orang yang terinfeksi),” katanya.

4. Keracunan bahan kimia. Dari pola kasus keracunan MBG, penyebab keracunan paling memungkinkan adalah bakteri dan virus, bukan bahan kimia. Walaupun kecil kemungkinannya, keracunan bahan kimia bisa menyebabkan gejala yang lebih cepat, sangat berat, dan sering disertai gejala khas yaitu rasa terbakar di mulut atau tenggorokan. Dalam istilah medis sering disebut shock anafilaktik.

Sebagai solusi, dr. Aisya Fikritama Aditya, SpA, menyarankan agar makanan dalam program MBG dimasak langsung di kantin sekolah masing-masing, bukan di dapur besar yang harus mendistribusikan ke banyak lokasi.

“Jadi harusnya tuh paling ideal memang MBG itu sebaiknya dimasak oleh kantin sekolah masing-masing. Jadi benar-benar fresh. Lalu pembuatan, penyimpanan, dan pendistribusiannya itu dalam waktu yang tepat dan higienis,” tukasnya.

Dengan perbaikan pada aspek higienitas dan distribusi, program Makan Bergizi Gratis sebetulnya punya potensi besar untuk membantu gizi anak-anak Indonesia. Asalkan, dijalankan dengan standar keamanan pangan yang ketat.

Penulis Dini Adica
Editor Dini Adica