I finally realized that being grateful to my body was key to giving more love to myself.
Oprah Winfrey

Setelah Menjadi Ayah, Otak dan Hormon pada Pria Ternyata Menyusut!

author
Dini Adica
Selasa, 30 September 2025 | 19:30 WIB
Ilustrasi: Saat menjadi ayah, otak para ayah ternyata menyusut! Hormonnya pun naik-turun. | SHUTTERSTOCK/PAULAPHOTO

Bunda pasti sering mendengar bahwa perempuan mengalami banyak perubahan fisik maupun mental setelah melahirkan. Namun penelitian terbaru dari University of Southern California menunjukkan, para ayah juga mengalami hal serupa. Otak para ayah juga berubah, dan perubahan ini sepertinya berdampak pada kualitas tidur dan kesehatan mental mereka.

Darby Saxbe, profesor psikologi di universitas tersebut, melakukan beberapa studi menggunakan pemindaian MRI untuk mengukur perubahan pada otak pria yang menjadi ayah. Saxbe dan rekan-rekan penelitinya menemukan bahwa otak para ayah ternyata mengalami penyusutan volume abu-abu (grey matter) sekitar 1% setelah kelahiran anak pertama.

Karena penurunan otak hanya 1%, dampaknya tidak terlalu terasa pada para ayah. Perlu Bunda ketahui juga, hilangnya volume otak itu tidak berhubungan dengan hilangnya fungsi otak, atau penurunan kognitif. Itu cuma menandakan bahwa otak berubah untuk beradaptasi dengan situasi baru: menjadi orang tua.

Baca juga: Bun, Jangan Ucapkan Kalimat Ini Kalau Tak Ingin Anak Jadi Tidak Percaya Diri

Para peneliti berteori bahwa perubahan ini bisa dipahami sebagai proses “pruning” alias pemangkasan koneksi otak agar lebih efisien dalam menghadapi peran baru: menjadi orang tua.

Dalam studi lanjutan yang diterbitkan pada April 2024, Saxbe dan tim peneliti mengambil gambar otak 38 ayah yang baru pertama kali menjadi ayah saat pasangan mereka hamil, dan saat bayi berusia enam bulan. Mereka juga meminta para ayah menjawab pertanyaan tentang keterlibatan mereka dalam pengasuhan anak dan kondisi mereka sendiri pada tiga, enam, dan dua belas bulan setelah kelahiran anak.

Di sinilah terjadi peristiwa yang mirip dengan para ibu. Saxbe menemukan bahwa ayah yang lebih terlibat dalam pengasuhan anak menunjukkan perubahan otak yang lebih besar. Ayah yang bonding-nya dengan si baby lebih kuat (baik sebelum maupun sesudah kelahiran), berencana untuk mengambil lebih banyak waktu cuti dari pekerjaan, lebih sedikit stres dalam mengasuh anak, atau menghabiskan lebih banyak waktu dengan bayi mereka.

Tapi, nggak semua perubahan yang terkait dengan penurunan volume otak bersifat positif. Para ayah yang kehilangan lebih banyak volume otak juga mengaku lebih cemas, depresi, mengalami tekanan psikologis, dan kurang tidur.

Meski begitu, Saxbe menyarankan untuk tidak terlalu khawatir karena penelitian ini baru melibatkan sampel dalam jumlah kecil.

Hormon Ayah Ikut Menyesuaikan

Selain otak, hormon pria juga ikut berubah ketika mereka aktif mengasuh anak. Semakin aktif, semakin rendah kadar testosteronnya.

Baca juga: Berapa Beda Usia Ideal antara Suami-Istri agar Hubungan Lebih Awet?

“Ayah yang paling banyak menghabiskan waktu dan merawat anak-anaknya punya kadar testosteron yang lebih rendah dibandingkan ayah yang tidak ikut mengasuh bayi,” kata Lee Gettler, profesor antropologi dari University of Notre Dame.

Sebaliknya, hormon prolaktin (yang biasanya terkait produksi ASI) dan oksitosin (dikenal sebagai hormon cinta) justru meningkat. Oksitosin ini, misalnya, naik signifikan saat ayah pertama kali menggendong bayinya. Menurut Gettler, hal ini menunjukkan tubuh pria punya “biologi bawaan” yang siap mendukung mereka untuk mengasuh bayi.

Kemudian, perubahan hormon ini berjalan dua arah. Semakin lama ayah mengasuh si kecil, semakin besar perubahan hormon yang terjadi. Sebaliknya, perubahan hormon juga mendorong mereka untuk lebih aktif dalam merawat anak.

Ayah Juga Butuh Dukungan 

Akibat otak para ayah menyusut, ada pesan penting yang harus diketahui bersama: ayah ternyata juga butuh dukungan, Bun. Perubahan otak dan hormon yang mereka alami memang bisa memperkuat ikatan dengan anak, tapi di sisi lain juga jadi rentan terhadap stres dan masalah mental.

Meski begitu, baik Saxbe maupun Gettler menekankan pentingnya memberi para ayah kesempatan untuk terlibat dalam pengasuhan.

"Penelitian ini menyoroti bahwa siapa pun yang mendedikasikan waktu untuk mengasuh anak bisa menunjukkan perubahan pada otak atau tubuh mereka. Ini menegaskan bahwa orang tua yang hebat itu 'dibentuk, bukan dilahirkan,'" kata Saxbe.

Baca juga: 4 Fakta Lemon Yuzu, Buah Langka yang Bisa Meminimalisasi Rasa Stres

Kebijakan cuti ayah (paternity leave) bisa menjadi bentuk dukungan yang nyata. Di Indonesia, ada beberapa perusahaan yang telah memberikan cuti ayah lebih lama dari ketentuan minimal undang-undang. Misalnya, Johnson & Johnson (dua bulan) atau P&G (satu bulan).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menjadi ayah bukan hanya soal tanggung jawab sosial, tapi juga perubahan biologis yang nyata. Otak menyusut agar lebih efisien, hormon berubah agar lebih penuh kasih, bahkan tubuh beradaptasi agar siap menghadapi tuntutan baru.

Supaya proses itu berjalan maksimal, ayah juga butuh ruang dan dukungan yang sama besarnya seperti para ibu. Dengan ayah yang lebih terlibat, ikatan dengan anak jadi lebih kuat, kesehatan mental keluarga pun lebih terjaga. Bagaimanapun, lebih happy kalau Ayah dan Bunda bekerja sama untuk mengasuh anak, kan?

Sumber: Huffington Post, CNBC Indonesia

Penulis Dini Adica
Editor Dini Adica