There is no such thing as a perfect parent. So just be a real one.
Sue Atkins

Tragedi Itaewon Halloween, Insiden Massal Terburuk Sepanjang Tahun 2022

author
Ruth Sinambela
Senin, 31 Oktober 2022 | 15:00 WIB
Korban meninggal pada insiden Itaewon Halloween, Sabtu (29/10/2022) | Kompas.com

Sabtu (29/10/2022) tragedi memilukan terjadi di pusat Itaewon, Korea Selatan. Malam dimana para muda-mudi berkumpul untuk merayakan Halloween dengan berkumpul dan berpesta di berbagai bar, cafe, maupun hotel di sekitar jalan Itaewon ini berubah menjadi petaka, ketika sekitar pukul 22.20 malam, kepadatan di sepanjang jalan Itaewon yang sempit, khususnya di gang kecil dekat Hotel Hamilton, tiba-tiba saja menjadi penuh sesak dengan manusia yang menumpuk dan berdesak-desakan.

Teriakan dan kepanikan yang terjadi pada malam itu banyak terekam di video-video pendek amatir yang diunggah ke berbagai media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan TikTok. Terlihat pada video wajah-wajah lelah dan mungkin saja hampir-hampir kekurangan oksigen untuk bisa bernapas tampak panik dan merintih menahan sakit.

Diketahui hingga hari ini terdapat 151 orang tewas dan sekitar 82 orang mengalami luka-luka dan mendapatkan perawatan.

Baca Juga: Mengapa Diet Ketat Ala Idol Korea, Jeon Somi, Tidak Untuk Ditiru!

Tragedi insiden massal terburuk sepanjang tahun

Kejadian ini mengingatkan kita pula akan Tragedi Kanjuruhan yang belum lama terjadi, dimana 135 orang tewas termasuk sekitar 40 orang anak di dalamnya. Tragedi Itaewon Halloween dan Tragedi Kanjuruhan sama-sama memakan banyak korban karena adanya massa yang berdesak-desakan hingga meninggal karena kekurangan oksigen, terinjak-injak, bahkan hingga mengalami gagal jantung, Bun.

Hanya saja berbeda dengan Tragedi Kanjuruhan dimana orang berdesak-desakan karena panik ingin keluar dan menyelamatkan diri, Tragedi Itaewon Halloween terjadi lantaran banyaknya massa yang datang ke sekitar Itaewon untuk berpesta, dimana jalanan tempat tragedi ini terjadi rupanya merupakan jalanan sempit dan menurun, Bun.

Hal ini pula lah yang dicurigai sebagai alasan terjadinya tragedi dimana orang-orang tidak memiliki tempat untuk berjalan dan melonggarkan situasi karena dorongan dan himpitan yang besar dari belakang.

Sungguh disayangkan apalagi sebagian besar korban merupakan remaja dan orang dewasa berusia di bawah 25 tahun! Tentu menjadi pukulan yang besar untuk Korea Selatan.

100,000 orang diperkirakan berdesak-desakan hingga mengalami kekurangan oksigen, terinjak, hingga gagal jantung | News.detik.com

Baca Juga: Korban Anak Tragedi Kanjuruhan Bertambah Menjadi 33 Orang

Tidak menduga lonjakan massa akan sedemikian banyak

Melansir dari berbagai sumber, aparat keamanan yang bersaksi rupanya tak menyangka kalau lonjakan massa yang hadir malam itu akan sebegitu banyaknya, yaitu diperkirakan 100.000 orang, Bun.

Selain itu, karena sebelum pandemi Covid-19 perayaan Halloween di Itaewon memang biasa diadakan setiap tahunnya dan selalu berjalan kondusif, ramai di sepanjang jalan atau gang-gang sempit Itaewon namun tidak pernah sampai berdesak-desakan, maka keamanan di sekitar Itaewon pun tidak mengalami perubahan sedemikian rupa.

Halloween pertama pasca pandemi

Tidak menduga akan berakhir tragis, hingga kini pemerintah dan aparat terkait masih menelusuri sebab pasti yang membuat tragedi Itaewon Halloween dapat terjadi. Meski kemungkinan besar diakibatkan oleh penumpukan massa yang antusias merayakan Halloween Party, yang baru pertama kali diselenggarakan kembali setelah pandemi Covid-19, pemerintah tetap akan menelusuri kemungkinan-kemungkinan lain melalui bukti juga keterangan para saksi.

Baca Juga: Drama Korea dengan Cerita Kesehatan Mental, Wajib Tonton!

Kita doakan semoga korban meninggal dunia dapat beristirahat dengan tenang dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan. Selain itu semoga pemerintah Korea Selatan juga aparat kepolisian dapat segera menemukan penyebab pasti terjadinya insiden tragis ini dan ke depannya dapat menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran agar jangan sampai lagi terjadi hal yang demikian. Semoga.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi