
Kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di beberapa sekolah masih terus jadi sorotan. Sejak diluncurkan pada Januari 2025, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 6.517 siswa telah mengalami keracunan. Banyak siswa mengalami gejala seperti mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi menu dari dapur program tersebut.
Menurut dr. Aisya Fikritama Aditya, SpA, dokter spesialis anak dari RS Universitas Sebelas Maret Solo, ada beberapa penyebab umum mengapa makanan bisa berubah jadi tidak layak konsumsi.
“Makanan bisa berbahaya kalau terkontaminasi kuman (bakteri/virus/parasit) seperti Salmonella, E. coli, atau Staphylococcus, yang bisa tumbuh cepat bila makanan dibiarkan di suhu ruang terlalu lama,” jelasnya pada Kanya.id.
Baca juga: Ternyata, Begini Cara Bakteri Menyebabkan Keracunan pada Kasus MBG
Selain itu, wadah penyimpanan yang kurang bersih, masih lembap, atau tidak ditutup rapat juga bisa jadi sumber masalah. Sebab, bakteri mudah berkembang biak di lingkungan yang lembap.
Ia menambahkan, jarak waktu antara proses memasak dan penyajian juga berpengaruh besar. Kalau makanan sudah dimasak tapi dibiarkan berjam-jam tanpa pendinginan atau pemanasan ulang yang memadai, risiko tumbuhnya bakteri jadi tinggi.
“Kalau jeda masak sampai dimakan lebih dari 2–4 jam tanpa penyimpanan yang benar, risiko keracunan meningkat,” kata dr. Aisya.
Tanda-tanda Makanan Sudah Tidak Layak Konsumsi
Membedakan makanan yang masih aman dan yang sudah terkontaminasi sebenarnya cukup mudah kalau kita jeli. Tanda makanan sudah tidak layak konsumsi umumnya terjadi perubahan bau, yaitu menjadi asam, tengik, atau basi.
Teksturnya juga bisa berubah, jadi lembek, berlendir, atau warnanya kusam. Selain itu, seringkali muncul jamur berupa bintik putih, hijau, atau hitam.
“Kalau ada satu titik makanan berjamur, artinya jamur sudah menghasilkan racun (mikotoksin) yang bisa menyebar ke seluruh makanan. Jadi lebih aman dibuang (semuanya),” ujar dr. Aisya.
Baca juga: Small Wins, Cara Simpel Buat Hidup Lebih Positif
Beda Keracunan dan Alergi
Gejala keracunan makanan biasanya muncul antara 1 hingga 24 jam setelah makanan dikonsumsi, tergantung jenis racunnya. Tandanya bisa berupa mual, muntah, diare, sakit perut, pusing, hingga tubuh terasa lemas.
Dilihat dari banyaknya korban yang berjatuhan setelah mengonsumsi MBG diduga juga karena alergi makanan pada kasus yang berbeda.
Mengenai hal ini, dr. Aisya mengatakan bahwa keracunan makanan biasanya menimpa banyak orang sekaligus setelah makan hidangan yang sama. Sedangkan alergi makanan umumnya hanya pada individu tertentu.
Gejala alergi antara lain gatal, ruam, bibir bengkak, sesak napas, kadang juga diare, yang biasanya muncul dalam hitungan menit sampai jam setelah makan bahan pemicu.
Karena gejala keracunan makanan dan alergi cenderung mirip, banyak orang yang sulit membedakan antara keduanya. Namun menurut Guru Besar Mikrobiologi Klinik FK-KMK Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK(K), keracunan dan alergi punya mekanisme yang berbeda.
“Alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh yang terjadi segera setelah mengonsumsi makanan tertentu. Bahkan dalam jumlah kecil, makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” jelas Tri, seperti dikutip UGM.ac.id.
Baca juga: Setelah Menjadi Ayah, Otak dan Hormon pada Pria Ternyata Menyusut!
Sementara itu, keracunan makanan terjadi bukan karena reaksi imun, tapi akibat masuknya kuman atau zat berbahaya dalam makanan.
Kapan Harus ke Dokter?
Kalau anak mulai muntah atau diare, dr. Aisya menyarankan untuk segera menghentikan makanan, lalu berikan cairan seperti air putih atau oralit üntuk mencegah dehidrasi.
“Jika muntah masih terjadi, minumlah sedikit demi sedikit. Dan jika kondisi memburuk, segera cari pertolongan dari petugas kesehatan,” timpal dr. Tri.
Ia juga menjelaskan bahwa demam yang muncul bisa jadi tanda tubuh sedang melawan infeksi. “Demam membantu mengendalikan infeksi dengan memberi tekanan panas pada patogen dan meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh,” ujarnya.
Dr. Aisya menegaskan, kalau gejala keracunan makanan sudah berat, misalnya muntah dan diare terus-menerus, anak tampak sangat lemas, bibir kering, mata cekung, jarang buang air kecil, atau ada darah di feses, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
Kondisi seperti ini bisa berbahaya dan berisiko menyebabkan dehidrasi berat atau gangguan organ seperti ginjal.
Baca juga: Bun, Jangan Ucapkan Kalimat Ini Kalau Tak Ingin Anak Jadi Tidak Percaya Diri
Untuk mencegah kejadian serupa, dr. Tri Wibawa menekankan pentingnya pengawasan di setiap tahap rantai makanan dalam program Makan Bergizi Gratis, mulai dari pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi.
“Setiap tahap proses dapat menjadi titik masuk bagi bakteri, virus, jamur, atau parasit penyebab keracunan. Karena itu, standar kebersihan harus diterapkan secara optimal,” tegasnya.
“Kata kuncinya adalah menjaga mutu bahan dan proses, menaati standar kebersihan, dan segera bertindak tepat ketika gejala muncul.”
Jadi meskipun Bunda menyiapkan bekal anak sendiri, pastikan makanan selalu disiapkan dengan benar, dimasak matang, wadahnya bersih dan kering, serta tidak dibiarkan terlalu lama di suhu ruang.
Sumber: Detik.com, UGM.ac.id