
Mendidik anak perempuan bukan cuma mengajarkan mereka berperilaku, tapi juga bagaimana memberi mereka ruang untuk tumbuh, berekspresi, dan berani bersuara.
Hal ini menjadi cara nyata untuk melawan stereotip gender dan menciptakan generasi perempuan yang percaya diri, mandiri, dan mampu terlibat aktif di berbagai sektor kehidupan.
Dengan mendukung anak perempuan sejak kecil, kita bukan hanya menyiapkan masa depan mereka, tapi juga membangun dunia yang lebih adil dan setara bagi semua.
Salah satu bentuk nyata dari semangat itu terlihat dalam peringatan Hari Anak Perempuan Internasional (International Day of the Girl Child / IDGC) yang digelar setiap 11 Oktober.
Baca juga: Gejala Keracunan Makanan akibat Makan Makanan yang Sudah Tidak Layak Konsumsi
Setiap tahun, acara ini digelar untuk menyuarakan masalah anak perempuan, meningkatkan kesadaran tentang hak dan kesetaraan gender, isu kesehatan mental dan reproduksi, pencegahan kekerasan, serta memperkuat peran mereka di keluarga dan masyarakat.
Tahun ini, perayaan diadakan di 21 Mall Denpasar, Bali, dengan tema “The Girl I Am, The Change I Lead: Girls on the Frontlines of Crisis.” Acara ini diselenggarakan oleh Girls Act, AIDS Healthcare Foundation (AHF), dan Yayasan Kerti Praja, untuk mendorong anak perempuan agar lebih berani mengekspresikan diri dan menyampaikan aspirasi mereka melalui pertunjukan seni di ruang publik.
Lebih dari 100 peserta hadir, dari siswa sekolah, perwakilan pemerintah Kota Denpasar, Kementerial Sosial, hingga penonton umum. Suasana terasa hangat sejak awal, saat tarian tradisional Sekar Jempiring membuka acara, disusul pertunjukan musik, tarian modern, dan teater bertajuk “Suara yang Tak Terdengar.”
“Peringatan Hari Anak Perempuan Internasional ini menjadi pengingat sekaligus penyemangat bagi kita semua untuk membangun Kota Denpasar yang lebih adil, inklusif, dan ramah terhadap anak, khususnya anak perempuan,” ujar Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara dalam sambutannya.
Ia menegaskan pentingnya acara ini sebagai momentum untuk membangun kota yang lebih inklusif dan ramah terhadap anak, terutama anak perempuan.
Puncak acara dari peringatan Hari Anak Perempuan Internasional malam itu adalah peluncuran buku Cahaya dari Timur: Dunia di Mata Perempuan Muda Bali, karya sepuluh anggota Girls Act. Buku yang ditulis dalam dua bahasa ini memotret cara pandang anak perempuan Bali terhadap dunia.
Baca juga: Setelah Menjadi Ayah, Otak dan Hormon pada Pria Ternyata Menyusut!
Kemudian ada pertunjukan Tari Genjek, tarian dan nyanyian khas Bali yang mengandalkan kekompakan vokal. Anak perempuan dan laki-laki saling bersahutan mirip suara "cak-cak" atau menirukan gamelan sambil duduk melingkar sebagai simbol kebersamaan.
Pertunjukan flashmob oleh anggota Girls Act menjadi aksi terakhir untuk menutup acara.
“Hari ini saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari peringatan Hari Anak Perempuan Internasional,” ujar salah satu peserta, Ni Luh Nadia Pratiwi, saat berkesempatan untuk membagikan kesannya.
“Dari kegiatan ini, saya belajar bahwa setiap anak perempuan memiliki kekuatan dan peran penting untuk membawa perubahan, bahkan di saat sulit. Pesan saya, mari kita terus percaya diri, berani bermimpi, dan saling mendukung karena ‘The Girl I Am Is the Change I Lead’.”
Malam itu, anak-anak perempuan membuktikan bahwa mereka bukan hanya tampil di panggung, tetapi juga belajar untuk bersuara, memimpin, dan percaya bahwa masa depan ada di tangan mereka.