We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.
Franklin D. Roosevelt

Kok, Si Adik Cuma Mau Main Sendiri? Ternyata Begini 6 Fase Perkembangan Sosial Anak Dilihat dari Interaksinya Saat Bermain

author
Ruth Sinambela
Rabu, 10 Agustus 2022 | 11:30 WIB
Belajar bersosialisasi dapat dilakukan oleh si kecil sambil bermain | Shutterstock

Bunda pasti sudah paham kalau dunia bermain anak merupakan dunia tempat si kecil dapat mengembangkan banyak hal, seperti perkembangan mental, fisik, juga sosialnya. Khususnya dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi, bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya, memang merupakan salah satu cara yang paling baik untuk mendukung hal ini.

Meski begitu, tahukah Bunda kalau perkembangan sosial memiliki beberapa tahap interaksi yang berbeda, sesuai dengan tingkat perkembangan sosial si kecil? Apa saja, kah?

Ini dia 6 tahap yang dikategorikan sebagai perkembangan sosial anak menurut Milded Patren, seorang sosiolog yang meneliti perkembangan dan tumbuh kembang anak di University of Minnesota’s Institute of Child Development, seperti dilansir dari laman kemdikbud.go.id.

Baca Juga: Rekomendasi Taman Bermain Outdoor Ramah Anak di Jakarta dan Sekitarnya

Bermain unoccupied

Fase ini merupakan tahap awal bermain dan bersosialisasi anak, Bun. Si kecil hanya akan mengamati sekelilingnya dan bergerak tanpa tujuan khusus. Bermain unoccupied akan terlihat hingga anak berusia 2 tahun.

Dalam hal bersosialisasi, hal yang dapat dilakukan anak pada tahap ini adalah menatap Bunda dan Ayah sambil tersenyum!

Bermain Cilukba merupakan salah satu contoh bermain unoccupied yang akan terlihat hingga anak berusia 2 tahun. | Shutterstock

Bermain solitary

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat bermain aktif, namun hanya seorang diri atau tanpa teman sebaya, Bun. Pada tahap ini pula si kecil biasanya akan mulai berperilaku egosentris, atau memusatkan perhatiannya pada diri sendiri dan belum ingin berinteraksi dengan anak di sekitarnya. Maka wajar saja apabila anak berusia 1-3 tahun lebih nyaman bermain sendiri!

Selain itu, karena sifat egosentrisnya masih dominan, biasanya pada tahap ini si kecil baru akan merespon orang atau anak lain apabila ia merasa terganggu, misalnya ketika mainannya direbut oleh anak lain.

Bermain solitary dimana anak mulai dapat bermain aktif, namun hanya seorang diri atau tanpa teman sebaya | Shutterstock

Bermain Onlocker

Pernah, kah, Bunda memperhatikan ketika si kecil mulai suka mengamati teman-teman sebayanya bermain? Bisa jadi si kecil sedang ada di tahap bermain onlocker, yaitu tahap anak mulai memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan yang dilakukan anak lain, atau kegiatan apa pun yang tengah diamatinya, Bun. 

Pada tahap ini si kecil akan mulai menyadari bahwa ia adalah bagian dari lingkungannya. Meskipun, ia hanya tertarik dan senang saja mengamati, dan belum mau bergabung ke dalam kegiatan tersebut. Sehingga wajar sekali apabila si kecil ingin berada di pusat aktivitas, hanya untuk melihat, mengamati, dan mendengarkan anak lain bermain.

Baca Juga: Manfaat Bermain Gelembung untuk Perkembangan Motorik dan Kognitif Anak

Nah, ketiga tahap perkembangan sosial anak di atas merupakan tahap awal yang menunjukkan kemampuan atau perkembangan anak dalam belajar bersosialisasi, Bun. Ketiga tahap ini disebut juga sebagai bermain non-social. Selanjutnya, ini dia 3 tahap berikutnya!

Bermain parallel

Yaitu ketika si kecil sudah mau dan bisa bermain bersama atau berdampingan dengan anak lainnya. Namun, pada tahap ini, si kecil hanya akan bermain di satu tempat yang sama tanpa berinteraksi secara langsung. Misalnya tiga orang anak bermain mobil-mobilan di tempat dan waktu yang sama, namun tidak bermain bersama. Tahap ini biasanya akan dapat Bunda lihat saat si kecil berusia 2,5 sampai 3,5 tahun.

Bermain asosiatif

Pada tahap ini anak sudah mulai bisa berinteraksi, meskipun hanya sebatas percakapan sederhana atau saling meminjam alat bermain, Bun. Pada tahap ini, yaitu saat si kecil berusia 3 sampai 4 tahun, ia belum akan memperlihatkan kemampuan interaksi untuk bekerja sama dalam meraih suatu tujuan bersama. 

Contoh bermain asosiatif misalnya, ketika si kecil mewarnai gambar bersama teman sebaya dan hanya saling meminjam pensil warna.

Bermain asosiatif dimana anak anak sudah mulai bisa berinteraksi, meskipun hanya sebatas percakapan sederhana atau saling meminjam alat bermain | Shutterstock

Bermain kooperatif

Kini sampailah Bunda pada tahap terakhir perkembangan sosial anak dilihat dari interaksinya saat bermain. Tahap ke-6 atau tahap terakhir ini merupakan tahap anak mulai memperlihatkan interaksi yang baik dengan mampu berbagi, saling mengalah, dan bahkan bekerja sama dalam mencapai tujuannya. Misalnya, saat si kecil bermain dalam kelompok, bermain sepak bola, dan sebagainya.

Baca Juga: Tips Aman Mengajak Si Kecil Main di Playground

Nah, keenam tahap ini dapat Bunda gunakan untuk menstimulasi kecerdasan sosial maupun emosional anak, lho! Selain itu, dapat juga Bunda jadikan pegangan dalam membimbing dan mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak, sehingga Bunda juga paham situasi apa yang tengah si kecil jalani dan tepat sasaran tanpa harus memaksakan apa pun kepada anak, ya.

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi