Too much love never spoils children. Children become spoiled when we substitute presents for presence.
Anthony Withman

Hati-Hati Terjebak dalam Pernikahan Autopilot, Kenali Tanda-Tandanya

author
Ruth Sinambela
Sabtu, 12 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Pernikahan auti-pilot dapat terlihat dari jarak yang sebenarnya dekat namun terasa jauh | Shutterstock

Ketika pernikahan terasa seperti sedang datar-datarnya, atau hanya sekedar rutinitas yang menjadi kewajiban kepada pasangan. Hati-hati Bun, kemungkinan pernikahan Bunda sedang berada di situasi autopilot.

Autopilot sendiri merujuk pada keadaan dimana suami-istri hanya menjalani rutinitas harian tanpa kedalaman emosional atau interaksi yang bermakna. Masih dalam ikatan pernikahan, tapi sudah mulai tidak menunjukkan komitmen dan sudah tidak memberikan usaha berarti untuk membuat pernikahan menjadi lebih hangat satu-sama lainnya. Atau ketika Bunda mulai berpikir dan merasa, kok, pernikahan sudah tidak semenarik dulu ya? Kok, rasanya banyak sekali yang tidak lagi sama?

Baca Juga: 7 Red Flag yang Wajib Diwaspadai dalam Pernikahan

Kenali tanda-tandanya dan jangan sampai Bunda dan Ayah tidak memberikan effort untuk membuat situasi pernikahan kembali hangat. Karena apabila tidak, bisa saja risiko yang terburuk terjadi. 

Berikut tanda-tanda pernikahan tengah berada dalam situasi autopilot, Bun!

Kurang komunikasi emosional

Bunda dan Ayah akan merasa kalau sekarang ini kok lebih jarang berbicara tentang perasaan, impian, atau harapan. Komunikasi yang ada hanya sekedar urusan praktis sehari-hari saja. 

Rutinitas harian yang membosankan

Bunda dan Ayah menjalani rutinitas yang sama setiap hari tanpa adanya kejutan atau hal-hal yang membuat pernikahan lebih hangat. Misalnya pergi berlibur bersama, hadiah kejutan saat ulang tahun pernikahan, atau bercanda dan pillow talk sebelum tidur. Rasanya pernikahan menjadi monoton dan membosankan.

Hilangnya keintiman di tempat tidur merupakan salah satu gejala auto-pilot dalam pernikahan | SHUTTERSTOCK

Kehilangan keintiman fisik

Aktivitas fisik seperti bercinta jadi semakin berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Pasangan tidak lagi menciptakan momen intim yang penting dalam pernikahan. Kecupan-kecupan manis pun mulai tak pernah berkunjung lagi ke dalam hari-hari Bunda dan Ayah. Suami-istri mungkin merasa tidak lagi terhubung secara emosional dan kehilangan rasa cinta yang mendalam.

Baca Juga: Fase-fase dalam Pernikahan dan Bagaimana Menyikapinya

Berkurangnya perhatian

Bunda dan Ayah sama-sama tidak lagi memberikan perhatian yang cukup satu sama lain. Apabila salah satu pihak menyadarinya dan mau membicarakan hal ini, tentu kemungkinan untuk memperbaikinya sangat besar, Bun. Biasanya hal-hal seperti terlalu sibuk atau fokus pada pekerjaan, atau memiliki tanggung jawab lainnya, menjadi alasan perhatian semakin berkurang.

Konflik yang tidak terselesaikan

Bunda dan Ayah mungkin pernah bertengkar namun tidak mencari solusi atau penyelesaian masalahnya dengan baik dan lewat cara-cara yang sehat. Konflik cenderung diabaikan atau disimpan sehingga menumpuk dan sulit untuk diperbaiki. Pada akhirnya hal tersebut akan membuat satu sama lain menjadi “malas” untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan.

Kehilangan minat satu sama lain

Kehilangan minat pada kehidupan dan kegiatan satu sama lain menjadi tanda bahaya atau red flag dalam pernikahan, Bun. Pada situasi ini, Bunda dan Ayah biasanya tidak lagi terlibat dalam kegiatan bersama atau saling mendukung dalam pencapaian pribadi. Bahkan tidak peduli atas apa yang pasangan lakukan atau dengan siapa!

Hati-hati pernikahan auto-pilot saat waktu bersama pasangan seringkali menjemukan sehingga masing-masing mungkin lebih suka melakukan kegiatan sendiri atau bersama orang lain | Shutterstock

Tidak ada kejutan atau fun

Tidak ada lagi momen kejutan atau kegembiraan dalam pernikahan. Hari-hari berlalu tanpa adanya hal-hal yang menyenangkan dan menarik. Perasaan sayang dan cinta bisa jadi mulai terkikis atau bahkan telah habis.

Kurangnya waktu berkualitas bersama

Bunda dan Ayah semakin jarang menghabiskan waktu berkualitas. Mungkin terlalu sibuk dengan tuntutan hidup sehari-hari dan kurang memberikan perhatian satu sama lain, bahkan hanya dengan mengobrol sebentar sebelum waktunya tidur di malam hari.

Baca Juga: Membangun Komunikasi Interpersonal dalam Pernikahan

Pernikahan autopilot sayangnya, dapat juga dirasakan oleh salah satu pihak saja, Bun. Dengan demikian, kemungkinan usaha yang diberikan pun harus lebih keras untuk memperbaikinya. Memperbaiki komunikasi dan memberikan waktu harus terus diusahakan agar pasangan menyadari dan mau ikut memperbaiki pernikahan yang sudah tak sehangat dulu lagi.

Terlebih, ingatlah untuk tidak membicarakannya dengan emosi. Harus ada pihak yang mengalah, menunggu, dan mengusahakan dengan sabar juga kepala dingin. Karena kalau tidak, pernikahan autopilot bisa jadi tak terselesaikan dan malah semakin merusak pernikahan. 

Apabila dibutuhkan, ajaklah pasangan ke konselor pernikahan ya, Bunda dan Ayah. Selain itu, perhatikan pula kondisi mental anak-anak agar tidak terpengaruh dengan masalah yang tengah terjadi di antara orang tuanya. Semangat!

Penulis Ruth Sinambela
Editor Ratih Sukma Pertiwi