
Selama delapan bulan terakhir, tepatnya sejak Januari hingga minggu keempat Agustus 2025, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mencatat 2.100 kasus campak pada balita dan anak-anak. Sebanyak 17 anak bahkan meninggal dunia akibat penyakit tersebut.
Jumlah kasus yang sudah melewati angka 2000 jauh di atas angka kejadian tahun lalu, yaitu 319 kasus. Hal ini menyebabkan otoritas kesehatan setempat menetapkan kasus campak di Indonesia sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sumenep bukan satu-satunya wilayah yang mengalami KLB Campak. Hingga 27 Agustus lalu, terjadi 46 KLB Campak di 42 kabupaten dan kota di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 3.400 jumlah kasus.
Baca juga: 5 Ide Quality Time Seru saat Mencuci Baju Bareng Keluarga
Penyebab Campak
Yang memprihatinkan, kejadian luar biasa campak di Sumenep ini terjadi karena cakupan imunisasi di wilayah tersebut sangat rendah. Padahal, penyakit ini sangat mudah menular.
"Penyakit campak atau virus campak ini masih dianggap penyakit yang tidak berbahaya atau istilahnya orang Madura itu adalah tampek.
"Sehingga kadang-kadang kalau tidak parah tidak diperiksakan ke faskes terdekat," ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, seperti dikutip BBC Indonesia.
Jika Bunda memiliki balita, ada baiknya mengenal lebih dulu penyakit yang dalam istilah medis disebut measles atau rubeola ini. Penyebab campak adalah infeksi virus yang biasanya hidup di saluran pernapasan, tepatnya di lendir hidung dan tenggorokan.
Virus lalu menyebar lewat udara, lewat batuk, bersin, atau kontak langsung dengan cairan dari hidung maupun mulut penderita. Menyentuh benda yang terkontaminasi lalu mengucek mata atau menyentuh hidung dan mulut juga bisa menjadi jalan masuk virus.
Faktor Risiko Campak
Perlu Bunda ketahui, virus campak bisa bertahan di udara atau menempel di permukaan benda hingga dua jam lamanya. Jadi, kalau ada satu orang yang terinfeksi di sebuah ruangan, risiko penularan campak bisa sangat tinggi.
Baca juga: Growth Mindset, Kunci Gen Z Jadi Versi Lebih Baik, Ini Cara Menerapkannya
Risiko tertular lebih besar pada orang yang belum divaksinasi, ibu hamil, balita, orang yang tinggal di daerah dengan tingkat vaksinasi rendah, atau mereka yang baru bepergian ke wilayah yang sedang mengalami wabah. Jika orang belum divaksinasi lalu berada satu ruangan dengan penderita, peluang tertularnya bisa mencapai 90%.
Selain itu, orang yang mengalami kekurangan vitamin A dan kondisi kekebalan tubuh yang lemah juga meningkatkan risiko tertular campak.
Yang membuat campak berbahaya adalah masa penularannya yang cukup panjang. Penderita bisa menularkan virus sejak 4 hari sebelum ruam muncul, hingga 4 hari setelah ruam menghilang. Jadi, sering kali orang tidak sadar dirinya sudah menularkan penyakit ini ke orang lain.
Gejala Campak
Biasanya, gejala campak muncul secara bertahap dalam kurun 2–3 minggu. Setelah masa inkubasi sekitar 10–14 hari tanpa tanda-tanda, gejala pertama yang muncul adalah demam tinggi yang bisa berlangsung 4–7 hari.
Saat itulah penderita umumnya mengalami pilek, radang tenggorokan, mata merah, hingga bintik-bintik putih kecil di dalam mulut yang biasa disebut Koplik spots.
Setelah itu, ruam merah mulai muncul, biasanya dimulai dari garis rambut lalu menyebar ke wajah, leher, tubuh, hingga tangan dan kaki. Saat ruam meluas, suhu tubuh bisa melonjak hingga 40–41°Celcius. Setelah itu ruam memudar secara bertahap dari atas ke bawah tubuh.
Baca juga: Tips Menjaga Psikologis Anak agar Tetap Kuat Pasca Perceraian
Komplikasi Campak
Meski kesannya seperti penyakit ringan, campak bisa menimbulkan komplikasi serius. Anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 20 tahun biasanya lebih rentan mengalami masalah berat.
Komplikasi yang bisa terjadi antara lain infeksi telinga yang berisiko menimbulkan gangguan pendengaran, radang tenggorokan dan saluran pernapasan, diare, pneumonia, hingga radang otak (ensefalitis).
Pada kasus tertentu, ibu hamil yang terinfeksi dapat mengalami persalinan prematur, bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), bahkan risiko kematian ibu.
Ada juga komplikasi langka bernama Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), yaitu gangguan saraf fatal yang muncul 7–10 tahun setelah seseorang terkena campak.
Nah, dengan mengenal penyebab campak, mengetahui faktor risiko dan gejalanya, diharapkan Bunda jadi lebih waspada dengan penyakit ini.
Sumber: WebMD, BBC Indonesia, Youtube @KompasTV